Langsung ke konten utama

Pengalaman lebaran di tengah pandemi




Assalamualaikum, apa kabar temans?

Hari ini sungguh istimewa, karena hari ini adalah hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Hari kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh setiap umat Islam, setelah berpuasa, menahan haus dan lapar, selama sebulan lamanya.

Lebih istimewa lagi karena perayaan hari Lebaran kali ini, 1 Syawal 1441 H, sungguh sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bisa dikatakan, inilah lebaran paling unik yang pernah dirayakan umat Islam. Bagaimana tidak unik, karena ini adalah lebaran yang dirayakan di tengah pandemi. Sehingga mau tidak mau terpengaruh dengan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pandemi.

Hari lebaran yang biasanya ditandai dengan indahnya suara bedug yang ditabuh tak henti-hentinya bersama takbir yang meriah, kini nyaris tanpa suara. Maklum masjid dan mushola sudah beberapa lama ditutup. Apalagi keriaan orang-orang yangber keliling membawa bedug, tambah tak nampak. 

Begitu juga acara mudik rame-rame ke kampung halaman dan sholat berjamaan di lapangan atau mushola, keduanya tidak boleh dilakukan. Hal itu membuat lebaran bagi banyak orang, (terutama bagi saya ... hiks ... hiks), jadi terkesan hambar karena hanya bisa dirayakan sendiri-sendiri di rumah masing-masing dengan cara yang sangat sederhana.

Bahkan silaturahmi dg keluarga besar pun terpaksa hanya dilakukan dengan wa video call, Instagram, atau lewat aplikasi seperti zoom, webex, atau google hangout. Tentunya hal itu membuat acara lebaran jadi tak sesakral biasanya. Namun itupun sudah sangat disyukuri banyak orang, karena teknologi tersebut telah memungkinkan orang untuk berkumpul dan bersilaturahmi, walau virtual.


Lebaran yang solitaire

Saya jadi ingin cerita apa saya rasakan bersama keluarga. Dari awal semua sudah terasa aneh bagi saya. Suara takbir hanya terdengar secukupnya saja. Sholat Ied yang biasanya dilakukan berjamaah di lapangan atau di mushola kini dilakukan setiap keluarga di rumah masing-masing. Kepala keluarga berlaku sebagai iman sekaligus khotib yang bertugas memberikan khotbah, hahaa. (Nggak semua kali ya, saya yakin pasti masih ada saja orang yang nekat sholat berjamaah).

Seorang adik saya, supaya serasa sholat di lapangan, mengerjakan sholat ied bersama suami dan anak-anaknya di balkon lantai 3 rumah mereka. Di sana, diantara pot-pot tanaman, mereka menghamparkan karpet rumput sintetis lalu memasang sajadah di atasnya, seolah sedang sholat berjamaah di lapangan rumput. Barangkali biar dapat feel nya sholat ied di hari lebaran kali ya, hahahaa ...

Selanjutnya, sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama, bersama Ibu, kakak, dan adik-adik, kami lalu online bareng kira-kira jam 10 pagi. Kami semua memang tinggal berjauhan. Saya di Depok, kakak di Bogor, adik perempuan tinggal Bandung. Adik laki-laki yang satu sedang bertugas di Ruteng sementara keluarganya di Surabaya. Adik bungsu menemani Ibu di Salatiga.

Karena terbiasa tinggal berjauhan, maka bagi kami kesempatan mudik setahun sekali untuk berkumpul kami anggap sangat berharga. Sesibuk apapun semua selalu meluangkan waktu untuk mudik bersama. Jadi adanya pandemi yang membuat kami tak bisa mudik kali ini, rasanya sungguh tak terkatakan. Sudah terbayang sedihnya Ibu kami yang selalu menunggu anak-anaknya pulang.

Untungnya teknologi canggih saat ini telah memungkinkan kami untuk tetap bisa berkumpul, walau  secara virtual. Ada rasa haru tapi bahagia saat bisa melihat lagi wajah masing-masing bersama keluarga sambil mendengar kata-kata pembuka yang disampaikan Ibu.

Meski di awal zoom meeting itu ibu sempat menangis, tapi akhirnya kami semua bisa tertawa riang, saling menyapa dan saling meledek seperti biasanya. Hanya saja, kali ini tak ada pelukan dan cipika-cipiki atau ngopi bersama, karena masing-masing hanya  bisa duduk manis di depan laptop bersama keluarga masing-masing di rumah.

Seperti saat lebaran sebelum-sebelumnya, sambil mengobrol kami juga makan kue lebaran, hanya saja kue yang dimakan kali ini adalah kue yang ada di rumah masing-masing. Setiap orang hanya bisa saling menunjukkan apa yang sedang dimakan tanpa bisa saling mencoba dan berbagi.

Untungnya Ibu kami telah mengirimkan paket lebaran ala Ibu, berupa kue kaleng, kacang mede, emping mlinjo, keripik tempe, gula aren dan aneka bahan masakan lebaran ke rumah masing-masing (menu lebaran gaya Salatiga). Jadi, apa yang kami nikmati hari ini pada dasarnya hampir sama dengan yang biasa disajikan Ibu saat lebaran di kampung halaman. Begitu perhatiannya Ibu pada kami, anak-anaknya.

Bisa berkumpul sejenak, mengobrol dan bergembira ria seperti itu pun bagi kami sudah sangat membahagiakan. Alhamdulillah, kami semua bersyukur karena semuanya sehat, masih bisa berkumpul di hari yang fitri, dan bercanda ria walau secara virtual.

Lebaran kali ini sungguh tak terlupakan bagi saya karena rasanya yang sangat berbeda. Semoga saja  Pandemi segera berlalu sehingga kami tak perlu kembali merayakan Lebaran model begini. Semoga saja Allah terus memberikan umur, nikmat sehat dan rejeki untuk kami semua sehingga berkesempatan untuk merasakan nikmatnya Ramadhan dan Lebaran tahun depan dalam suasana yang jauh lebih baik.


Begitulah sedikit kesan dan cerita lebaran kami. Bagaimana dengan cerita Lebaranmu temana? Pastinya menarik yaa, yuk mari share ceritanya di bagian koment...




Silaturahmi Lebaran di tengah Pandemi


Semoga memutus rantai covid 19

Efek pandemi ini memang sungguh luar biasa bukan? Covid 19 telah memaksa semua orang untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah, beribadah pun di rumah. Bahkan ibadah yang biasanya dilakukan berjamaah pun terpaksa sendiri di rumah. Dan kini perayaan lebaran  juga di rumah.

Karena setiap kerumunan harus dihindari demi memutus rantai covid 19, maka bisa dibayangkan berapa banyak acara perayaan  yang telah hilang atau berubah menjadi perayaan rumahan akibat pandemi ini.Termasuk Lebaran tentunya. Covid-19 ini betul-betul mengubah berbagai sendi kehidupan dan memaksa orang untuk menjalani hidup dengan cara yang berbeda.

Pedih memang jika membayangkan segala keriaan hari raya yang biasa kami nikmati di kampung halaman bersama keluarga besar seperti buka puasa bersama-sama, pergi ziarah bareng-bareng ke luar kota, pesta durian rame-rame, main kembang api bersama (untuk anak-anak), kini tak lagi bisa dirasakan tanpa tahu kapan kondisi ini akan kembali normal seperti dulu.

Jadi terbayang kembali indahnya lebaran di tahun-tahun yang sudah lewat. Biasalah ya, segala sesuatu baru terasa berharga di saat telah datang saat berpisah. Semoga saja semua pengorbanan ini ada artinya dan bisa membantu memutus rantai covid 19.


Tetap syukuri apa yang ada

Nampaknya kini kata normal pun harus dilupakan, karena pada akhirnya situasi ke depan tidak bisa lagi normal seperti sebelumnya sehingga kini disebut new normal. Setidaknya sampai obat dan vaksin covid 19 ditemukan yang waktunya entah berapa tahun lagi nanti.

Apa yang dimaksud new normal? Yaitu kebiasaan baru yang tadinya dianggap tak normal seperti  memakai masker saat keluar rumah, sering-sering mencuci tangan, menjauhi kerumunan dan menjaga jarak, mengonsumsi makanan yang lebih sehat, beristirahat dan berolahraga cukup, dan tidak keluar rumah jika tidak ada urusan yang sangat penting.

Jadi kita tak bisa terus larut dengan kesedihan akibat gagal mudik. Kenyataannya di sekeliling kita masih banyak orang yang jauh lebih menderita akibat pandemi ini, misalnya saja para tenaga kesehatan yang berjibaku di rumah sakit bahkan saat semestinya mereka merayakan hari raya bersama keluarga di rumah.

Tak terhitung berapa nyawa yang telah  hilang akibat pandemi ini, baik dari pihak masyarakat maupun dari pihak tenaga kesehatan. Bayangkan kesedihan mereka yang tiba-tiba harus kehilangan orang-orang yang disayangi.

Belum lagi keluarga-keluarga yang harus mengalami kesulitan ekonomi akibat phk atau dirumahkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Pada akhirnya pandemi tidak hanya berpengaruh buruk pada situasi kesehatan masyarakat tapi juga situasi ekonomi, bahkan mungkin juga situasi politik.

Pasti teman-teman pun telah mendengar drama-drama menyedihkan yang muncul akibat pandemi ini. Jadi jika kondisi kita saat ini sehat, masih bisa bekerja dan memperoleh penghasilan, masih bisa dihitung sebagai orang yang sangat beruntung, dan untuk itu wajib banyak bersyukur kepada NYA.


Lihat dari sisi positifnya

Mari kita lihat juga segi positifnya. Dengan tidak mudik dan berlebaran di rumah saja, kita bisa banyak menghemat uang. Kita tidak perlu memasak makanan sebanyak biasanya karena tak akan ada tamu.



Juga tidak harus membeli baju, sarung atau mukena baru karena sholat ied juga dilakukan di rumah. Kita bahkan tidak perlu mengelurkan dana ekstra untuk membawa keluarga ke tempat-tempat wisata karena semua tempat wisata ditutup.

Dan terakhir bagi yang biasa mudik dengan mobil pribadi, tentunya tak perlu merasakan capeknya perjalanan mudik tapi tetap bisa bersilaturahmi dengan keluarga meski secara virtual. Bahkan kalau sekali bertemu masih kurang, bisa dijadwalkan kembali untuk pertemuan berikutnya.

Dari pada terus bersedih karena memikirkan semua yang telah hilang akibat pandemi, lebih baik segera berbenah. Karena waktu terus berjalan dan kita butuh berpikir ke depan serta mulai mengantisipasi setiap perubahan yang muncul.

Mau tak mau kita dipaksa memasuki jaman baru dimana fisik kita dituntut memiliki sistem imun yang kuat agar bisa survive dari pandemi. Kita juga dipaksa memasuki era digital lebih cepat dari semestinya karena cara kita bekerja, belajar maupun berbisnis semakin mengandalkan sambungan  internet.

Sudah siapkah teman-teman memasuki jaman baru ini? Pertanyaan yang tidak penting nampaknya ya, karena siap atau tidak siap kita akan dipaksa untuk siap. Jadi yang terbaik adalah segera beradaptasi dengan situasi yang baru ini secepatnya.

Karena mereka yang survive pada akhirnya bukanlah mereka yang paling kuat atau paling pintar tetapi yang paling mampu beradaptasi. Bagaimana menurut teman-teman?

Baiklah, karena tulisannya sudah cukup panjang, maka saya akhiri sampai di sini.
Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk teman-teman semua. Minal aidin wal faizin ... mohon maaf lahir dan batin jika saya ada salah-salah kata. IK


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari bersiap memasuki era new normal

Assalamualaikum wr. wb. Akhirnya masa-masa #dirumahaja akan segera berakhir. Kita akan segera kembali menjalani rutinitas keseharian kita seperti saat sebelum ada covid 19. Tentu saja rutinitas itu tak mungkin persis sama seperti dulu. Akan ada beberapa hal yang berubah akibat pandemi, yaitu adanya tambahan kebiasaan baru yang kudu harus wajib banget dipatuhi setiap orang. Kebiasaan baru yang wajib dipatuhi itu diantaranya yaitu memakai masker saat keluar rumah, sering mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, cukup berolahraga dan beristirahat, hingga berusaha di rumah saja jika tak ada keperluan penting, dsb. Suasana belanja di Era Pandemi dg antrian bak ular naga panjangnya Hidup lebih bersih dan lebih sehat Semua kebiasaan baru itu merupakan bagian dari protokol kesehatan new normal yang akan segera diterapkan secara ketat di Indonesia dan segera dimulai di kota-kota dimana tidak ditemukan penderita baru. Dilihat dari sisi positifnya, new normal membuat...

Piknik dadakan di danau Lido

Hari itu tepatnya Selasa, 3 Oktober 2021, di mana seharusnya waktunya saya mengajar, ternyata saya harus pergi bersama rekan-rekan dosen lain dari kampus ke Lido untuk bertemu dengan Bapak kades dan para stake holder Desa Wisata Wates Jaya. Apa boleh buat, tugas dosen memang tak hanya mengajar, tetapi ada juga tugas untuk melakukan penelitian dan juga pengabdian pada masyarakat.  Karena itu, dengan berat hati hari itu kelas terpaksa diliburkan, baik kelas pagi maupun malam. Saya rasa itu jauh lebih baik, daripada saya harus mencuri-curi waktu dalam perjalanan maupun saat meeting untuk mengajar yang tentunya akan sulit dilakukan, dan juga itu bukan pembelajaran yang bagus kan? Undangan dari para stake holder maupun Pak Kades, kami dengar adalah ngopi bersama sambil membahas program pendampingan tahap kedua. Jadi saya pikir tadinya acara akan berlangsung di hotel MNC Lido. Ehh ... tidak tahunya mereka sudah menyiapkan tempat di rumah makan terapung Yuliana Lido. Baiklah ... siapa tak...

Nonton pameran tanaman hias, hiburan gratis di sela-sela PPKM

  Saking bosen di rumah terus, hari itu saya jalan-jalan ke Mal terdekat. Niatnya mau beli buah dan cemilan saja buat anak-anak. Tidak tahunya di sana lagi ada pameran tanaman hias. Wah ... asyik juga nih. Tak sia-sia keluar rumah hari ini. Dengan sumringah, saya berjalan lebih cepat melintasi pelataran parkir menuju tempat pameran.    Memasuki tenda yang ditata rapi, saya bisa melihat aneka tanaman hias yang lagi hits, mulai dari monstera, aglaonema, hingga cactus yang cantik-cantik, dipajang berderet-deret memanjakan mata. Warna-warninya yang indah sungguh memikat, membuat orang yang mau memasuki Mal jadi berbelok dan singgah.     Baru juga jalan beberapa putaran, rasanya sudah langsung ingin membeli. Tapi kalau ingat tanaman di rumah yang tidak sempat diurus dengan baik membuat saya jadi ragu. Memiliki tanaman sama dengan mengambil tanggung jawab untuk merawatnya. Dan hal itu tak mudah buat saya.   Maklum di rumah tidak ada pembantu, dan saya sudah cukup...